Beranda

RESEARCH
04 September 2018

Fixed Income Notes 04 September 2018

  • Berlanjutnya pelemahan nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika menjadi mendorong terjadinya kenaikan imbal hasil Surat Utang Negara pada perdagangan hari Senin, 3 September 2018. 
  • Kenaikan imbal hasil yang terjadi berkisar 2 - 27 bps dengan rata - rata mengalami kenaikan imbal hasil sebesar 16 bps, dimana kenaikan imbal hasil terjadi pada hampir keseluruhan seri Surat Utang Negara. Imbal hasil Surat Utang Negara dengan tenor pendek mengalami kenaikan hingga sebesar 27 bps yang didorong oleh adanya koreksi harga hingga sebesar 60 bps. Sementara itu imbal hasil Surat Utang Negara dengan tenor menengah mengalami kenaikan hingga sebesar 16 bps yang didorong oleh adanya koreksi harga hingga sebesar 70 bps dan imbal hasil Surat Utang Negara dengan tenor panjang mengalami kenaikan hingga sebesar 27 bps yang didorong oleh adanya koreksi harga hingga sebesar 230 bps. Kenaikan imbal hasil yang terjadi pada perdagangan di awal pekan kemarin kembali dipengaruhi oleh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika. Kekhawatiran akan terjadinya krisis ekonomi sebagaimana yang terjadi di tahun 1998 yang ditandai dengan melemahnya mata uang di negara - negara berkembang, telah mendorong investor untuk melakukan penjualan Surat Utang Negara pada perdagangan kemarin. 
  • Namun demikian, koreksi harga yang terjadi pada perdagangan kemarin belum didukung oleh volume perdagangan yang besar, serta cukup lebarnya selisih harga penawaran beli (bid price) dan harga jual (ask price) mengindikasikan bahwa investor masih menahan diri untuk melakukan transaksi dengan masih mencermati arah pergerakan nilai tukar rupiah. Adanya deflasi di bulan Agustus 2018 tidak cukup kuat menahan koreksi harga Surat Utang Negara di pasar sekunder.
  • Secara keseluruhan, koreksi harga yang terjadi pada perdagangan kemarin telah mendorong terjadinya kenaikan imbal hasil Surat Utang Negara seri acuan, sebesar 9 bps untuk tenor 10 tahun di level 8,25% serta kenaikan sebesar 16 bps masing - masing untuk tenor 5 tahun dan 15 tahun di level 8,06% dan 8,43%. Adaoun untuk seri acuan dengan tenor 20 tahun mengalami kenaikan sebesar 20 bps di level 8,81%. Sementara itu imbal hasil dari Surat Utang Negara dengan denominasi mata uang Dollar Amerika tidak banyak mengalami perubahan ditengah liburnya pasar keuangan Amerika Serikat.
  • Sementara itu, Badan Pusat Statitsik menyampaikan bahwa pada bulan Agustus 2018 terjadi deflasi sebesar 0,05% yang didorong oleh adanya penurunan harga yang ditunjukkan oleh turunnya beberapa indeks kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok bahan makanan sebesar 1,10%; kelompok sandang sebesar 0,07%; dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,15%. Adapun kelompok pengeluaran yang mengalami kenaikan indeks, yaitu: kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,35%; kelompok perumahan, air,listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,25%; kelompok kesehatan sebesar 0,20%; dan kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 1,03%. Dengan inflasi tersebut, maka inflasi kalender 2018 (Januari - Agustus) sebesar 2,13% dengan inflasi tahunan (YoY) sebesar 3,20%.   
  • Volume perdagangan Surat Berharga Negara yang dilaporkan pada perdagangan kemarin senilai Rp11,18 triliun dari 30 seri Surat Berharga Negara yang diperdagangkan, dengan volume perdagangan seri acuan senilai Rp6,67 triliun. Obligasi NEgara seri FR0064 menjadi Surat Utang Negara dengan volume perdagangan terbesar, senilai Rp3,58 triliun dari 141 kali transaksi dengan harga rata - rata di level 86,09% dan diikuti oleh perdagangan Obligasi Negara seri FR0075 senilai Rp1,45 triliun dari 98 kali transaksi di harga rata - rata 88,96%. Sementara itu dari perdagangan Sukuk Negara, Sukuk Ritel seri SR010 menjadi Sukuk Negara yang paling banyak diperdagangkan, senilai Rp86,69 miliar dari 6 kali transaksi di harga rata - rata 96,68% dan diikuti oleh perdagangan Sukuk Ritel seri SR009 senilai Rp64,65 miliar dari 13 kali transaksi di harga rata - rata 99,17%.
  • Adapun dari perdagangan obligasi korporasi, volume perdagangan yang dilaporkan pada perdagangan kemarin senilai Rp1,20 triliun dari 49 seri obligasi korporasi yang diperdagangkan. Sukuk Wakalah Medco Power Indonesia I Tahun 2018 Seri B (SWMEDP01B) menjadi obligasi korporasi dengan volume perdagangan terbesar, senilai Rp200 miliar dari 2 kali transaksi di harga rata - rata 100,09% dan diikuti oleh perdagangan Obligasi Berkelanjutan III Mandala Multifinance Tahap I Tahun 2018 Seri B (MFIN03BCN1) senilai Rp180 mioliar dari 5 kali transaksi di harga rata - rata 100,23%.
  • Nilai tukar rupiah pada perdagangan kamarin ditutup melemah sebesar 105 pts (0,71%) di level 14815,00 per Dollar Amerika. Bergerak pada kisaran 14729,00 hingga 14821,50 per Dollar Amerika, rupiah mengalami pelemahan sepanjang sesi perdagangan. Meskipun pasar keuangan Amerika Serikat pada hari Senin, 3 Spetmeber 2018 libur, nilai tukar rupiah masih melanjutkan pelemahan. Bahkan dengan pelemahan yang terjadi kemarin, posisi nilai tukar rupiah berada pada posisi terendahnya dalam 20 tahun terakhir. Rupiah memimpin pelemahan mata uang regional, yang diikuti oleh pelemahan Ringgit Malaysia (MYR) sebesar 0,47% dan Rupee India (INR) sebesar 0,14%. Sementara itu, mata uang regional yang mengalami penguatan terhadap Dollar Amerika pada perdagangan kemarin diantaranya adalah Won Korea Selatan (KRW) sebesar 0,23% dan diikuti oleh Yuan China (CNY) sebesar 0,12%.
  • Sedangkan dari dari perdagangan surat utang global, imbal hasilnya bergerak bervariasi di tengah liburnya pasar surat utang Amerika Serikat. Imbal hasil dari surat utang Jerman (Bund) dengan tenor 10 tahun ditutup naik terbatas di level 0,335% sedangkan imbal hasil dari surat utang Inggris (Gilt) dengan tenor yang sama ditutup turun ke posisi 1,405%. Adapun imbal hasil surat utang Jepang dengan tenor 10 tahun ditutup dengan mengalami kenaikan di level 0,11%.
  • Secara teknikal, adanya koreksi harga yang cukup besar dalam dua hari perdagangan terakhir telah mengkonfirmasi adanya sinyal tren penurunan harga Surat Utang Negara. Tren penurunan harga terjadi pada keseluruhan tenor, sehingga masih terbuka peluang terjadinya koreksi harga lanjutan. Namun demikian, dengan adanya koreksi harga tersebut juga mendorong harga Surat Utang Negara berada pada area jenuh jual (oversold), dimana kami melihat bahwa harga Surat Utang Negara telah cukup murah untuk kembali diakumulasi. 
  • Pada perdagangan hari ini kami perkirakan harga Surat Utang Negara masih berpeluang mengalami koreksi seiring dengan adanya peluang terjadi pelemahan lanjutan terhadap nilai tukar rupiah di tengah menguatnya mata uang Dollar Amerika terhadap mata uang global. Di tengah konflik perang dagang yang terjadi saat ini, investor lebih memilih untuk menempatkan dananya pada mata uang yang lebih stabil seperti Yen Jepang (JPY), maupun Swiss Franc (CHF). Sementara itu dengan kembali dibukanya pasar keuangan Amerika Serikat setelah libur perdagangan kemarin akan kembali mempengaruhi perdagangan Surat Utang Negara dengan denominasi mata uang Dollar Amerika pada perdagangan hari ini. 
  • Rekomendasi : Dengan mencermati kondisi saat ini, kami menyarankan kepada investor untuk tetap mencermati pergerakan harga Surat Utang Negara di pasar sekunder dengan fokus terhadap pergerakan nilai tukar rupiah. Dengan adanya koreksi harga yang cukup besar dalam dua hari terakhir, kami melihat bahwa Surat Utang Negara dengan tenor pendek dan menengah menawarkan tingkat imbal hasil yang menarik, terlebih didukung dengan laju inflasi yang terkendali. Kami menyarankan kepada investor untuk melakukan akumulasi secara bertahap terhadap Surat Utang Negara dengan tenor pendek dan menengah seperti seri FR0069, FR0036, FR0053, FR0061, FR0063 dan FR0056.
  • Rencana Lelang Surat Berharga Syariah Negara atau Sukuk Negara seri SPN-S 05032019 (new issuance), SPN-S 05062019 (new issuance), PBS016 (reopening), PBS002 (reopening), PBS012 (reopening) dan PBS015 (reopening) pada hari Selasa tanggal 4 September 2018.

Back Download PDF
Copyright © 2024 MNC Sekuritas. All Right Reserved. A Member of MNC Group